Dikarenakan sudah termakan usia, memang sewajarnya orang tua
akan mengalami kelupaan terkait suatu hal. Namun ada juga beberapa orang yang
sebenarnya masih mengingatnya, cuman berpura-purat untuk melupakannya.
Akan tetapi yang masih ingat seperti ini sangat jarang
sekali, pada umumnya lupa akan berbagai macam hal, hingga pada akhirnya
dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan seseorang. Meski yang demikian berdosa,
namun tetap ada saja yang melakukan seperti berita kali ini.
Usianya sudah mencapai 83 tahun, namun nenek Saparia harus
tinggal seorang diri di rumah reyot.
Rumah itu didirikan di tanah milik menantunya di Desa
Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Di rumah tersebut, Saparia memasak dengan tungku yang
disimpan di teras rumah.
Saparia tinggal di rumah panggung yang berdinding dan
beratapkan seng itu sejak tiga tahun lalu.
Kala itu sang suami tercinta meninggal dunia. Sementara anak
sulungnya yang bernama Sikking tega menjual tanah yang ditempati Saparia.
Tanah tersebut dijual Sikking seharga Rp 20 juta tanpa
sepengetahuan sang ibu.
Dibantu oleh warga, ibu tiga anak tersebut membongkar rumah
yang ia miliki dan memindahkannya ke lahan milik menantu Saparia.
"Saat suami meninggal dunia, anak menjual tanah itupun
tidak memberitahukan kepada saya. Saat itu saya menangis ketika mendengar dari
orang bahwa tanah di tempati tinggal dijual Sikking Rp 20 juta," kata
Saparia dengan bola mata memerah, saat ditemui Kompas.com, di rumahnya Senin
(19/10/2020).
Sejak menjual tanah sang ibu, menurut Saparia anak sulungnya
itu tidak pernah membesuknya.
"Sikking tidak ada tobat-tobatnya. Setelah menjual
tanah tidak pernah ke sini membesuk. Untung saja suami Hamina membiarkan saya
numpang di lahannya membangun rumah yang saya tempati saat ini," tutur
Saparia.
Beli susu sachet untuk menahan lapar
Untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Saparia bekerja
sebagai pemulung.
Ia akan berjalan kaki meninggalkan rumah sekitar pukul 05.00
Wita dan pulang siang hari.
Selain mencari botol bekas, ia juga mencari kayu bakar untuk
memasak.
Botol-botol bekas tersebut dikumpulkan selama dua bulan.
Jika sudah mencapai tujuh karung, ia akan menjulanya ke pengepul.
"Jika dijual dengan harga Rp 100.000 per botol. Itupun
dijual kalau sampai tujuh karung biasanya dapat Rp 50.000" ungkapnya.
Ia mengaku saat ini kaki kanannya sering sakit sehingga tak
lagi bisa berkeliling jauh untuk mengumpulkan botol bekas.
Saparia bercerita jika ia bisanya mendapatkan bantuan beras
dari salah satu anggota DPRD Bulukumba.
Namun sejak tiga hari terakhir, dia mengaku kehabisan beras.
Untuk menahan lapar, ia terpaksa membeli susu sachet. Namun
rasa kenyang dari susu tak membuatnya bertahan.
Saat malam ia kerap merasa kelaparan.
Walaupun tak memiliki beras, Saparia mengaku malu meminta
kepada tetangga.
"Mau gimana lagi kasihan kita ini orang tidak bisa
apa-apa kalau sakit begini tidak pergi cari botol. Padahal hanya botol sumber
penghasilan. Apalagi saya malu minta beras pada tetangga," kata Saparia.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Polewali Ambo
Cinning membenarkan jika Sikking anak pertama Saparia telah menjual tanah milik
ibunya.
"Memang anaknya itu seperti maling kundang, masa tega
dengan orangtua sendiri," kata Ambo.
Ia menjealskan selama Saparia juga mendapatkan bantuan termasuk
BLT dana desa untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Memang diutamakan bantuannya kepada Saparia karena memang layak menerima," ungkapnya.