Untuk menjadikan anaknya memiliki sikap dan perilaku yang
baik, salah satu jalan yang akan ditempuhnya yakni menempatkannya di pondok
pesantren. Dikarenakan di ponpes seperti ini biasanya akan diajarkan untuk
mengaji dan berperilaku yang baik.
Tapi sayang, masih ada beberapa ponpes yang kurang bermutu
dan malah menyeleweng ke tindakan tidak tepat. Mulai dari kekerasan hingga
kasus pencabulan seperti ini tidak menutup kemungkinan bakalan terjadi.
KH seorang pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Tebo,
Jambi diamankan polisi karena mencabuli 6 santri perempuannya.
Saat KH dibawa ke Polres Tebo, beberapa ibu korban berusaha
hendak memukul KH. Namun aksi tersebut dicegah oleh petugas.
Modus pencabulan yang dilakukan oleh KH berbeda-beda. Ia
pernah mencabuli santrinya saat proses belajar mengajar dan di ruangannya
dengan iming-iming sejumlah uang.
“Dia memanggil santriwatinya ke ruangannya dan melakukan aksinya
dengan iming-iming memberikan uang,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres
Tebo AKP Mahara Tua Siregar kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
KH juga pernah mencabuli santri perempuannya saat
menstruasi. Saat itu santri perempuan curhat sakit perut karena menstruasi.
Mengetahui santrinya sakit, KH mengaku bisa mengobatinya
dengan air putih dan memegang perut korban.
“Karena masih di bawah umur yang baru-baru menstruasi itu
kan curhat dengan pengurus pesantren,” kata Mahara.
Pencabulan sejak Desember 2019
Kepada polisi, KH mengaku mencabuli enam santri perempuannya
sejak Desember 2019 lalu. Ia juga mengatakan satu korban hanya satu kali
dicabuli.
Walaupun mengaku telah mencabuli enam korban, hingga saat
ini baru ada lima santri yang melapor.
“Namun yang mau melapor baru 5 korban,” kata Mahara.
Para santri yang menjadi korban KH saat ini dipulangkan ke
rumah orangtua masing-masing untuk pemulihan.
Ia menegaskan tak ada diskriminasi terkait kelompok tertentu
di kasus tersebut.
Polisi juga telah memastikan kepada keluarga korban bahwa
pelaku akan diadili dan dihukum sesuai sanksi yang berlaku.
Pimpinan pondok pesantren ini dikenai Pasal 82 ayat 1, 2 dan
4 jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.