Berbagai tenaga kesehatan dan juga pemerintah sudah berjuang
dengan keras untuk memberantas permasalahan COVID-19 yang menyerang di
Indonesia ataupun Negara lain. Akan tetapi karena banyaknya orang menjadikan
petugas cukup kewalahan dalam menata mereka.
Belum lagi mereka yang ngomel-ngomel dan tidak menaati
segala peraturan yang ada, menjadikan orang lain lebih rentan terpapar virus
berikut. Seperti yang terjadi di Surabaya ini misalnya.
Razia pelanggar protokol kesehatan di tempat-tempat umum
yang menjadi tongkrongan khususnya muda-mudi di Surabaya gencar dilakukan.
Namun razia tersebut belum membuat efek jera.
Terbukti masih banyak warga yang nekat nongkrong di tengah
malam. Bahkan penjual makanan dan minuman tetap buka dan beraktivitas seperti
biasa, meski ada razia gencar dilakukan terhadap pengunjung.
Seperti dilihat di sepanjang Jalan Kertomenanggal. Hampir
setiap malam selalu ramai warga yang ingin berburu kuliner, pakaian atau hanya
sekedar nongkrong di warung kopi pinggir rel kereta api (KA).
Tak hanya itu, di kawasan Masjid Al Akbar Surabaya, hampir
setiap malam juga dipenuhi pedagang dan penyedia hiburan bagi anak-anak. Hal
itu tentu menjadi daya tarik warga dan menjadikan kerumunan.
Alasan warga juga bermacam-macam saat menghabiskan setiap
malam di tempat-tempat tersebut. Namun yang pasti mereka mengaku jenuh saat
berada di rumah apalagi seusai bekerja.
Saat ditanya apakah tidak khawatir tertular COVID-19 saat
nongkrong dan berkerumun dengan banyak orang? Rata-rata warga mengaku tidak
takut. Untuk itu mereka tetap saja nekat keluar dan nongkrong hingga larut
malam.
"Nggak, nggak takut tertular. Kita pasrah menjalani
hidup saja," ujar Ivan (24), saat ditemui detikcom di kawasan warung kopi
pinggir rel KA Kertomenanggal, Senin (21/9/2020).
Mereka juga mengaku tak takut jika terkena razia dari Satgas
COVID-19. Sebab mereka sudah memakai masker dan membawa hand sanitizer.
"Ndak, ndak takut juga. Kita pakai masker dan hand
sanit. Kalau kena ya dihukum ndak apa, paling ya push up dan nyanyi,"
tutur Ivan.
Lain lagi bagi Kiki (30), pengunjung di kawasan Masjid Al
Akbar itu mengaku tetap keluar dan nongkrong karena jenuh di rumah. Untuk itu,
dia sekaligus mengajak anak-anaknya juga bermain di sana.
"Ya kasihan anak-anak juga kalau di rumah terus. Ini
juga saya ingin tahu Taman Asmaul Husna sekalian jajan di sini," ujar
Kiki.
Rendahnya kesadaran warga khususnya muda-mudi ini kemudian
membawa dampak yang tinggi. Wali Kota Tri Rismaharini bahkan menyebut kelompok
anak muda ini rentan tertular COVID-19 dengan indikasi tanpa gejala.
Sebelumnya Pemkot Surabaya mendata kasus COVID-19 banyak
ditemukan mulai kelompok usia remaja. Rata-rata mereka berusia antara 15 hingga
34 tahun. Penularan COVID-19 terhadap generasi muda itu diduga karena kebiasaan
nongkrong.
Dari data Dinkes Surabaya per 14 September 2020, ada 3.879
kasus pada usia muda yang positif COVID-19. Bahkan angka itu menyumbang 29,36
persen dari total komulatif terkonfirmasi 13.208.
"Sebetulnya aku ngingatkan anak muda ini karena
fisiknya kuat. Ketika dia pulang ke rumah kan bisa nulari ibunya, neneknya, kan
jadi bahaya. Jadi saya minta mereka agar berhati-hati. Mungkin dia OTG, tapi
bisa nulari yang lain," kata Risma, Jumat (18/9/2020).