Dikarenakan ingin memberikan pelayanan terbaik terhadap setiap
nasabah yang ada, membuat mereka memberikan suguhan seperti minum, cemilan,
permen dan semacamnya. Akan tetapi ada beberapa orang yang menganggap hal
demikian tidak boleh dilakukan, dan orang yang memakannya akan jadi haram.
Viral unggahan seorang netizen yang menyebut bahwa makan
permen yang disuguhkan oleh bank hukumnya haram. Unggahan tersebut memicu
perdebatan antara netizen.
Saat mengunjungi sebuah bank untuk keperluan tertentu,
biasanya tamu akan disuguhkan permen. Permen tersebut ditaruh dalam wadah dan
diletakkan di atas meja tamu. Tamu akan dipersilahkan menikmati permen tersebut
sambil menunggu pegawai bank mengerjakan keperluan tamu.
Namun, baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan unggahan
seorang netizen yang menyebut bahwa menikmati permen dari bank itu hukumnya
adalah haram. Unggahan tersebut dibagikan melalui akun Twitter @subtanyarl
(16/09).
"Terlihat sepele? Makan permen fasilitas bank. Permen
ini HARAM hukumnya dimakan, begitu juga air minum, makanan hadiah tas jam
dinding dari bank. Karena seluruh hutang berbuah manfaat, mau itu permen atau
yang lain maka hukumnya riba," tulis netizen.
Unggahan tersebut langsung memicu perdebatan di antara
netizen. Ada netizen yang sependapat ada pula yang tidak. Berbagai pendapat pun
disampaikan dalam unggahan tersebut.
"Gini nder, tolok koreksi ya kalau salah. Pas dulu aku
belajar agama, bank itu emang jatuhnya kayak riba kan, makanya dibilangnya
haram. Makanya ada syariah yang non bunga. Makan permen dari bank mau dibilang
haram ya Wallahu a'lam karena dari dulu kan riba itu gak boleh," tulis
salah satu netizen.
"Kalau logika lu begitu, berarti dengan lu nginjek ubin
bank juga haram. Kan lu berada di tempat pengoperasian riba. Alias segala
begitu dipermasalahkan ya Tuhan, kayak gak ada sumber dosa gede aja yang perlu
dibasmi," tulis netizen lainnya.
Sementara itu, dilansir dari Muslimah.or.id (07/12/08) ada
dua pendapat dari para ulama tentang makan makanan yang disuguhkan oleh bank.
Sebagian ulama ada yang memperbolehkan dan ada juga yang melarang. Diantaranya
yang melarang keras adalah Ibnu Rusyd al-Jadd, kakek dari Ibnu Rusyd penulis
Bidayah al-Mujtaahid.
Ia menyebutkan, "Baik dia memiliki harta lain, atau
tidak punya harta selain itu, tidak halal baginya melakukan jual beli
dengannya, baik barang dagangan atau benda lainnya. Tidak boleh mengonsumsi
makanan atau menerimanya sedikit pun dari hibahnya. Siapa yang melakukannya
sementara dia tahu bawa itu riba, maka kebiasaannya seperti kebiasaan orang
yang suka ghasab," (Fatwa Ibnu Rusyd, 1/645).
Sementara ulama yang memperbolehkan adalah Imam
Ibnu Utsaimin yang berdalil dengan aktivitas muamalah yang terjadi di antara
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dengan orang-orang Yahudi di sekitar
Madinah.
Ia mengatakan, "banyak di antara orang Yahudi itu yang
pekerjaannya sebagai rentenir bagi penduduk Madinah di masa sebelum Islam
datang." tafsir surat Al Baqarah, Ibnu Utsaimin. Penjelasan tersebut juga
disarikan dari buku berjudul 'Ada Apa dengan Riba' karya Ammi Nur Baits.