Ketika dalam kondisi terdesak, memang berbagai macam makanan
instant selalu menjadi opsi terbaik untuk dikonsumsi. Akan tetapi ini tidak
bisa dijadikan sebagai makanan utama, lantaran tidak makanan instant seperti
itu berdampak baik pada tubuh.
Misalnya saja mi instant, dimana makanan yang banyak disukai
warga Indonesia ini ternyata memiliki sisi buruk yang harus benar-benar
diperhatikan agar tidak terdampak pada kalian.
Demi sisi kepraktisan, makanan ini selalu menjadi nomor satu
dalam keadaan darurat.
Tidak hanya korban bencana, bahkan anak-anak pramuka yang
sedang berkemah atau anak-anak yang tinggal di tempat kos, lebih memilih
makanan yang praktis ini.
Sekarang, mi instan menjadi lebih kontroversi dibandingkan
sebelumnya.
Hal ini membuat mi instan tidak hanya ‘terbuang’ dari tempat
penyimpanan di sebagian besar rumah, juga ‘jauh dari mesin pemindai’ di mini
market.
Beberapa penggemar setia mi instan mungkin masih terus
menikmatinya, namun mayoritas orang kini mulai berhati-hati.
Banyak kasus mulai mencuat di telinga kita terkait mi
instan.
Seperti kasus baru-baru ini, tentang seorang mahasiswa
berusia 18 tahun yang dilaporkan meninggal karena menderita kanker perut
setelah mengonsumsi mi instan setiap malam.
Dikutip dari World of Buzz (16/10/2018), remaja yang tidak
disebutkan namanya ini mulai mengembangkan kebiasaan tidak sehatnya semenjak
SMA.
Dia biasanya memasak sebungkus mi instan tiap kali belajar
pada tengah malam dan memakannya.
Ia mulai menunjukkan gejala seperti perut kembung, mual, dan
sakit perut.
Keluarganya pun menjadi khawatir karena kondisi kesehatannya
semakin memburuk.
Pihak keluarga kemudian membawanya ke rumah sakit untuk
mendapat perawatan medis.
Secara mengejutkan, ia didiagnosis menderita kanker lambung
stadium akhir.
Hanya ada sedikit harapan baginya untuk bertahan hidup
karena kanker telah menyebar ke organ-organ lain.
Setelah setahun berjuang melawan kanker, ia akhirnya
meninggal dunia.
Segala kalangan suka mi instan
Seolah menepis anggapan bahwa mi instan hanya dinikmati
kaum-kaum menengah ke bawah saja.
Kemudahan menyiapkan mi instan jadi kelebihan tersendiri.
Untuk bepergian, sepertinya orang Indonesia telah
menempatkan makanan cepat saji ini jadi prioritas.
Bahkan di rumah pun banyak orang yang menyimpan stok
bertumpuk di lemari dapur mereka.
Wajar, mi instan ini sering dijadikan pilihan untuk
mengganjal perut lapar baik untuk sarapan, makan siang, makan malam, cemilan,
teman nonton bola sampai teman ngeronda pun bisa.
Ditambah lagi, cara menikmatinya bisa sesuai selera.
Kurang dimanjakan apalagi kita dengan ini?
Orang Indonesia doyan mi instan
Indonesia merupakan konsumen tertinggi kedua di dunia
Mengacu kepada laporan World Instant Noodles Asosiation (WINA).
Ternyata konsumsi mi instan di Indonesia pada tahun 2017
saja telah mencapai jumlah mengejutkan yakni 12,62 miliar.
Hal ini berhasil menempatkan Indonesia sebagai konsumen mi
instan terbesar kedua di dunia yang melampaui Jepang 5,66 miliar porsi, India
5,42 miliar porsi dan Vietnam 2,06 miliar porsi.
Posisi teratas masih ditempati China dengan jumlah konsumsi
sebanyak 38,970 miliar porsi.
Sepertinya masyarakat Asia memang tak bisa lepas dengan mi
instan.
Sisi gelap mi instan
Apa yang membuat mi instan begitu buruk?
Karena mie instan ini dibuat agar tahan lebih lama, tentu
saja ada proses yang panjang.
Mi instan rendah kandungan nutrisi, tinggi lemak, kalori dan
sodium dan dicampur dengan pewarna buatan, pengawet, zat aditif dan perasa.
"Dalam kebanyakan kasus monosodium glutamat (MSG) serta
hidrokuinon tersier-butil (TBHQ) - pengawet kimia yang berasal dari industri
minyak bumi - mungkin ada dalam mi instan untuk meningkatkan rasa dan menjaga
ketahanan."
"Meskipun asupan makanan dari unsur-unsur ini
diperbolehkan dalam batas, asupan teratur dari mi instan dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang parah," kata Dr Sunil Sharma, dokter umum dan
kepala darurat, Madan Mohan Malviya Hopsital, New Delhi.
Tahun lalu, The Washington Post telah melaporkan penelitian
dari Korea Selatan yang dilakukan untuk menguji efek mi instan pada kesehatan
manusia.
Menurut penelitian, "Meskipun mie instan adalah makanan
yang nyaman dan lezat, mungkin ada peningkatan risiko untuk sindrom metabolik
mengingat sodium tinggi, lemak jenuh yang tidak sehat dan beban glikemik,"
kata Hyun Shin, kandidat doktor di Harvard School of Public Health.
Pada tahun 2013, sekelompok dokter Amerika melakukan
eksperimen untuk melihat bagaimana proses pencernaan kita berfungsi saat kita
mengomsumsi mi instan.
Dengan bantuan kamera mikro, kamera seukuran pil, para
dokter dapat melihat proses mi Instan yang dicerna di layar komputer mereka
Menariknya, terlihat bahwa lambung perlu mencerna beberapa
jam untuk benar-benar menghancurkan jenis mi instan.
Para ahli menjelaskan bahwa sifat alami dari mi ini biasanya
membuat mereka sulit dicerna.
Dan sebenarnya tidak hanya dalam kasus mi instan, tetapi
untuk semua jenis makanan olahan juga berisiko. (Adrie P. Saputra)