Indonesia merupakan Negara yang memiliki hukum dan
peraturan, dimana setiap orang tentu saja tidak bisa bertindak semena-mena di
Negara ini, karena semuanya pasti ada hukuman dan juga sanksi bagi para
pelanggar yang tidak taat aturan.
Dan tentu saja kebebasan bagi turis asing masih bisa didapatkan
di Negara ini, beda dengan beberapa Negara tetangga yang mungkin kurang nyaman
malahan ketika berkunjung ke sana. Mana saja itu, bisa simak dalam pembahasan
berikut.
Pernahkah di otak kalia terbesit dimana negara paling
berbahaya di dunia?
Negara tetangga Indonesia ini miliki predikat kota paling
berbahaya di dunia, sebut saja Papua Nugini.
Port Moresby merupakan kota terbesar di Papua Nugini dengan
penduduk sekitar 500 ribu jiwa.
Kota ini memiliki status yang sama dengan provinsi lainnya
di Papua Nugini dan memiliki nama resmi National Capital District (NCD).
Salah satu hotel terbaik di Port Morseby yang berada di
kawasan 10 km, berjarak sekitar 5 menit dari bandara.
Namun yang membedakan hotel ini dengan hotel-hotel lainnya,
ada pada pintu gerbang yang selalu tertutup rapat dengan penjagaan ketat.
Tembok tinggi dan kawat berduri juga mengelilinginya.
Wah, mirip penjara saja, komentar kolega saya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Pengamanan di hotel juga cukup ketat.
Untuk masuk ke lift kita harus punya kunci akses, demikian
juga untuk pindah dari koridor ke koridor lain, tak terkecuali untuk menuju ke
restoran di lantai 7.
Tepat di pintu lobi, selain satpam berseragam putih hitam,
ada juga sekuriti berseragam hitam-hitam dengan senjata terhunus selalu siap
siaga di tangan.
Lucunya, pengamanan superketat seperti ini ternyata bukannya
membuat kita merasa aman, tetapi membuat saya bertanya-tanya, ada apa dengan
kota ini?
Sebagian pertanyaan ini terjawab ketika pihak concierge
melarang kami untuk berjalan kaki keluar hotel.
Kami hanya boleh bepergian dengan mobil atau taksi resmi
yang dipanggil oleh hotel.
Ketika sempat berkelana ke pusat kota alias CBD Port
Moresby, suasana terlihat biasa-biasa saja.
Namun hampir setiap bangunan, baik hotel dan perkantoran,
selalu dijaga ketat dan dikelilingi tembok tinggi dengan kawat berduri dan
kamera CCTV.
Di jalan-jalan, memang tampak People Mover Vehicle (PMV)
atau angkutan umum, namun yang berkeliaran di jalan dengan bebas umumnya hanya
mereka yang ras Melanesia.
Meski PNG merupakan negara multietnis dan multiras serta
banyak pekerja asing, orang-orang ini kebanyakan bepergian dengan kendaraan
pribadi.
Kawasan-kawasan tertentu juga dihindari pada malam hari.
“Port Moresby is one of the most dangerous capital city in
the world,” demikian komentar resepsionis hotel berwajah Asia Tenggara.
Gadis manis ini ternyata berasal dari Filipina.
“I am not familiar with the city because I am not from
here,” terang dia, ketika saya minta saran tentang tempat-tempat yang wajib
dikunjungi.
Jadi, meski gadis ini sudah enam bulan bekerja, selama itu
pula dia cuma hidup di antara hotel dan di asrama karyawan saja.
Alasannya, karena di luar tidak aman!
Memang, tingkat pengangguran yang sangat tinggi (konon
mencapai sekitar 60%) dan maraknya penggunaan narkoba ikut memperburuk suasana
keamanan Port Moresby.
Kota-kota lain dan kawasan pesisir di PNG seperti Lae,
Wewak, New Britain, dan Pulau Manus, situasinya juga mirip, namun tidak separah
kota ini.
Gangster Punya klub rugby
“Nama saya Rajalinggam,” begitu seorang pria setengah baya
memperkenalkan diri.
Dengan kendaraan putihnya, dia siap mengantar kami ke tempat
“meeting” di kawasaan Jackson International Airport.
Pria yang bisa berbahasa Indonesia ini ternyata pernah
tinggal dan bekerja di Indonesia cukup lama dan kebetulan dari etnis India yang
berasal dari Malaysia.
“Hampir 90% pekerja di kawasan bandara merupakan pendatang,”
demikian terang dia ketika mobil sudah meluncur melewati pintu gerbang yang
dijaga ketat.
Raja pun bercerita, dia hanya bepergian dari tempat tinggal
ke kantor setiap hari dan selalu berusaha pulang kerja sebelum Matahari
tenggelam.
Ada beberapa tempat rawan di mana para raskol (dalam bahasa
Tok Pisin berasal dari rascal alias begal) sering mengadang, merampok, kadang
juga melukai korbannya.
Menurut informasi ada beberapa kelompok raskol kenamaan di
sana seperti Bomai, Kip Koboni, Mafia, dan 585.
Kelompok Bomai termasuk yang paling ditakuti dan konon
bermarkas di kawasan 4 Miles. Mereka melakukan segala bentuk kriminalitas dari
mencuri, menggarong, membegal, membajak kendaraan, dan bahkan sampai
memperkosa.
Oleh karena itulah di kota ini bukan saja para ekspatriat,
tetapi juga penduduk lokal yang sudah mapan ikut menggunakan jasa pengamanan.
Ada pula kelompok Kip Koboni yang bermarkas di Kaugere,
sebelah selatan kota.
Bahkan kelompok ini memiliki klub rugby tersendiri yaitu
Kaugere Buldog.
Anggotanya umumnya berasal dari Suku Motu yang berasal dari
pesisir di sekitar Port Moresby.
Pertarungan antarkelompok suku juga kadang-kadang meramaikan
dunia hitam di Port Moresby. Selain Suku Motu, ada juga suku dari pegunungan
yaitu Suku Tari.
Mahalnya rasa aman membuat pendatang maupun sebagian elite
penduduk lokal hanya bisa menikmati keindahan kota ini dari balik kendaraan
atau bangunan yang dikurung alat pengamanan.
Untuk bepergian terkadang harus beriringan dan dikawal ketat
bak rombongan pejabat di Tanah Air. Karena kondisi itu, tak heran jika bisnis
yang paling menguntungkan di kota ini adalah sekuriti.
Dampak lain, harga-harga serta biaya hidup menjadi jauh
lebih mahal dibandingkan dengan di kotakota lainnya.
Dalam pengamatan saya, harga hotel di kota ini juga
merupakan salah satu yang paling mahal di dunia, tak terkecuali Tokyo maupun
New York.