Tenaga medis sekarang ini masih belum selesai untuk berjuang melawan para pasien yang terserang COVID-19. Mulai dari proses isolasi, pengamatan pasien, tes untuk mendeteksi permasalahan lebih lanjut, hingga prosesi pemakaman.
Akan tetapi karena beberapa alasan, menjadikan mereka terkadang
tidak begitu fokus, sehingga ada beberapa human error yang dapat berdampak
fatal. Seperti kejadian ini misalnya, dimana pasien yang dikabarkan meninggal,
namun masih dirawat di dalam.
Setelah mendapatkan kabar kematian Harnanik (53) dari rumah
sakit, kabar tersebut pun segera diumumkan sebuah mushala di Desa Bendowulung,
Kecamatan Sanan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Mendengar kabar kematian, para pelayat berbondong mendatangi
rumah duka.
Sebagian warga lainnya pergi ke tempat pemakaman umum untuk
menggali liang lahad.
Namun, segala persiapan pengurusan jenazah itu tak
dilanjutkan karena pasien yang meninggal bukan Harnanik.
Rumah sakit keliru mengidentifikasi identitas pasien yang
meninggal.
Anak Harnanik, Nanung Hermawan mengatakan, peristiwa itu
terjadi pada Senin (24/8/2020).
Awalnya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mardi Waluyo Blitar
memberi tahu bahwa ibunya meninggal.
Harnanik dirawat karena menderita stroke ringan sejak 10
hari lalu. Saat perawatan, Harnanik mengeluh sesak napas.
Hal itu membuat tim medis memperlakukan Harnanik sebagai
pasien khusus dengan prosedur Covid-19. Ia dirawat di ruang isolasi.
"Kalau ada sesak napas katanya (rumah sakit) mengarah
ke Covid-19," kata Nanung saat dihubungi, Selasa (25/8/2020).
Keluarga pun tak memiliki akses membesuk dan menjaga
Harnanik yang dirawat di ruang isolasi. Kebutuhan harian seperti pakaian
Harnanik, hanya bisa dititipkan di pos jaga keamanan rumah sakit.
Pada Senin (24/8/2020) pagi, keluarga mendapat kabar kondisi
kesehatan Harnanik menurun drastis. Rumah sakit lalu mengabarkan Harnanik
meninggal akibat serangan jantung.
"Senin sekitar jam 10 pagi," kata Nanung.
Mendapatkan kabar itu, keluarga menyiapkan keperluan
pengurusan jenazah. Lazimnya kehidupan di desa, para kerabat dan tetangga
berbagi tugas.
Beberapa warga mengumumkan kematian Harnanik di mushala.
Warga lain menggali liang lahad untuk peristirahatan terakhir jenazah.
"Di rumah semua sudah siap-siap," ujarnya.
Ternyata bukan jenazah Harnanik
Nanung mengatakan, bapaknya menjemput jenazah sang ibu.
Seluruh dokumen pemulangan telah diteken bapaknya.
Bapaknya juga telah menggelar doa di hadapan jenazah.
"Semua (berkas rumah sakit) sudah ditandatangani, juga
sudah melakukan doa-doa untuk jenazah," ujar Nanung.
Setelah membaca doa, bapaknya yang penasaran lalu membuka
kain penutup jenazah. Nanung menyebutkan, bapaknya kaget karena jenazah itu
bukan ibunya, Harnanik.
"Terus lihat ke ruang isolasi, ternyata ibu saya masih
ada di situ," kata Nanung.
Nanung menambahkan, ibunya masih dirawat. Namun, ibunya
telah dipindahkan dari ruang isolasi karena dinyatakan negatif Covid-19.
Meski begitu, keluarga belum menerima surat keterangan
negatif Covid-19 tiu. Padahal, surat keterangan itu sangat penting.
"Nanti sewaktu-waktu (ibu) saya bawa pulang, ada yang
nanya bagaimana. Zaman sekarang masalah begini, kan rawan," kata Nanung.
Rumah sakit mengaku salah
RSUD Mardi Waluyo telah menginvestigasi kasus tersebut.
Secara terus terang, pihak rumah sakit mengakui kesalahannya.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mardi Waluyo dr Herya Putra
mengatakan, evaluasi dan pembinaan internal telah dilakukan agar kejadian
serupa tak terulang.
"Kepada keluarga kita sudah sampaikan permohonan
maaf," ujar Herya.
Herya menceritakan kronologi peristiwa itu. Awalnya,
Harnanik (H) bersama dua pasien lainnya dirawat di ruang isolasi.
Di ruangan itu, pasien H dan pasien S sama-sama berstatus
suspek Covid-19 dengan kondisi kesehatan menurun.
"Swab tanggal 17 (Agustus), hasilnya belum kami
terima," kata Herya.
Pada Minggu (23/8/2020), kondisi kesehatan pasien S menurun
drastis. Perawat yang bertugas menukar posisi ranjang pasien S dengan ranjang
pasien H yang mempunyai sudut pandang kamera pengawas yang lebih bagus.
Penggunaan kamera pengawas dilakukan untuk membantu
pemantauan perkembangan pasien. Ini karena kondisi dan keterbatasan akses pada
ruang isolasi.
"Akses ruang isolasi kan terbatas. Perawat juga harus
pakai APD level tiga," kata dia.
Namun, pemindahan posisi ranjang itu tak dicatat dalam rekam
medis pasien. Imbasnya, saat pergeseran petugas jaga, perawat tak menyadari
pemindahan itu.
Pada Senin, kondisi pasien S memburuk dan meninggal. Petugas
jaga yang baru mengira pasien yang meninggal itu merupakan H.
"Kesalahan kami waktu dipindahkan tempat itu tidak
tercatat di rekam medisnya," jelas Herya.
Saat pasien S meninggal, gelang identitas yang biasa dipakai
sudah terlepas dan tak berada di tempatnya.
Sehingga, perawat mengidentifikasi identitas pasien
berdasarkan susunan ranjang.
"Saat itu juga tidak sempat cek ke bed (tempat tidur)
sebelahnya karena keterbatasan akses ruang isolasi," lanjut Herya.
Diketahui keluarga
Semua baru diketahui setelah pihak rumah sakit mengabarkan
kematian Harnanik kepada keluarganya.
Keluarga yang datang ke rumah sakit melihat ternyata jenazah
yang meninggal bukan Harnanik.
Keluarga mendapati Harnanik berada di ranjang yang berada di
seberang ranjang jenazah pasien S.
"Berseberangan utara dan selatan," ujar Herya.
Saat ini, kata Herya, Harnanik masih dirawat di rumah sakit
itu.
Berbeda dengan keterangan keluarga, Herya menyebutkan,
Harnanik masih berada di ruang isolasi.
"Kami berusaha semaksimal mungkin. Kondisinya memang
tidak begitu baik sejak masuk di ruang isolasi." jelasnya.