Dari sekian banyak wisata pendakian, Bukit Besak Lahat menjadi salah satu favorit masyarakat Indonesia ataupun luar.
Sebagian pendaki Bukit Besak Lahat, Sumatera Selatan, tidak asing lagi dengan warga sekitar berjualan di puncak bukit.
Mereka biasanya menjajakan minuman kemasan dan makanan instan bagi para pendaki.
Salah seorang diantaranya Nenek Rusmi, yang sudah berusia 72 tahun.
Sudah beberapa tahun terakhir nenek Rusmi berjualan di puncak Bukit Besak Lahat.
Pagi itu, sekira pukul 06.00, setelah semalaman pada Sabtu (8/8/2020), menginap di pelataran Bukit Besak.
Dia bersama para pedagang lainnya bersiap untuk pulang.
Karena hari itu, para pendaki sudah banyak memutuskan untuk pulang.
“Kegiatan sehari-hari berjualan macam-macam, nasi, mie, air minum, banyak bawaan, pakai keranjang, tidak ada yang mengantar sendirian dari bawah,” ujar nenek Rusmi, mengawali cerita.
Rusmi mulai menggendong keranjang bambu berisi sisa-sisa makanannya.
Naik turun Bukit Besak sudah menjadi rutinitasnya setiap pekan.
Namun selayaknya seorang pendaki gunung, nenek Rusmi tanpa dilengkapi peralatan pendakian.
Kecuali sepatu karet hitam dan keranjang bambunya.
Langkah demi langkah ia tapaki untuk turun dari bukit yang miliki ketinggian.
1700 meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Sebelum bersiap pulang, nenek Rusmi sempat bolak-balik mencari batang pohon dari balik semak-semak, untuk dijadikan bahan untuk membuat pondokaa tempatnya berjualan.
Sudah tiga kali Nenek Rusmi membangun pondokannya yang hanya terbuat dari empat penyangga kayu dan beratap terpal.
Namun pondoknya selalu berakhir menjadi kayu bakar untuk api unggun bagi para pendaki.
“Ini lagi ngambil kayu, untuk dibuatkan warung dari bilah kayu dan terpal, tiga kali buat pondok-pondokan jualan, tapi kayu-kayunya malah dibakar oleh pengunjung,” ujarnya.
Lelah sudah pasti dirasakan Nenek Rusmi, bahkan akhir-akhir ini pinggangnya terasa sakit, karena pada usia senjanya ini, ia mulai tidak sanggup lagi membawa beban naik dan turun dari bukit.
“Capek kalau mau dibilang capek, badan sudah tua bawa yang berat, pasti capek,” ujarnya.
Nenek Rusmi pedagang di Bukit Besak Lahat (SRIPOKU.COM / Maya Citra Rosa)
Namun apa boleh buat, dari hasil berjualan di Bukit Besak, pada akhir pekan, atau hari libur seperti menjelang Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus, dia bisa mendapatkan uang Rp 500 ribu.
Dia ikut menginap di pelataran bukit, jika para pendaki ramai pada akhir pekan tersebut.
Sedangkan jika hari-hari biasa, dia bersama ibu-ibu pedagang lainnya berangkat dari kaki bukit sekitar pukul 06.00, dan bisa sampai di puncak bukit sekitar pukul 07.30.
“Sehari tidak tentu, bisa dapat Rp 500 ribu, kalau menginap di sini tiap malam minggu, kalau hari-hari biasa balik hari, setengah 6 pagi berangkat sampai di atas itu jam 7 sampai sore,” ujarnya.
Pada hari biasa, Nenek Rusmi akan pulang ketika hari menjelang sore, berapapun hasil jualannya yang didapat.
Dalam perjalanan pulang, Nenek Rusmi menaruh kain yang berfungsi menggendong keranjang di bagian atas kepalanya.
Dia mencoba menuruni jalan yang licin dengan sangat hati-hati, dan sesekali berbincang dan tertawa bercanda dengan ibu-ibu lainnya.
Melihat semangat Nenek rusmi, banyak para pendaki yang merasa sangat termotivasi atas kerja keras para ibu-ibu yang bertaruh nyawa untuk mencari nafkah.
“Bagi saya mereka sangat inspiratif, anak muda tidak boleh kalah sama mereka yang sudah tua, harus semangat terutama bekerja keras dalam masing-masing pekerjaan,” ujar Erna, Salah seorang pendaki Buki Besak.